ilustrasi Lampu dipancarkan ke
langit dari Lapangan Trafalgar untuk memperingati 100 tahun pecahnya Perang
Dunia I di London, Inggris, Senin (4/8). (ANTARA FOTO/REUTERS/Paul
Hackett/ox/14.)
Surabaya (ANTARA News) - Mahasiswa Program Studi Desain
Manajemen Produk Fakultas Industri Kreatif Universitas Surabaya Juvens Urjel
merancang lampu belajar, lampu meja, dan lampu dinding berbahan dasar benang
jahit.
"Idenya dari Light Craff yang merupakan UKM di dekat Pakuwon Trade Center
(PTC) Surabaya Barat yang menggeluti hiasan lampu berbentuk bola yang terbuat
dari benang jahit," katanya di kampus setempat, Selasa.
Menurut dia, UKM itu juga sudah melakukan ekspor produk lampu benang itu.
"Jadi, hal itu menandakan pasar/market produk ini sudah jelas dan diterima
masyarakat luar negeri," katanya.
Oleh karena itu, alumni SMAK Carolus Surabaya itu pun berkreasi dengan bentuk
yang berbeda dan ada sentuhan kayu sebagai pemanis untuk memberi "sentuhan
lebih" pada "Light Craff" agar lebih berkembang.
"S-Tube Lamp adalah nama produk kreasi kami yang tetap mempertahankan
konsep bahan dasar benang jahit. S-Tube Lamp terdiri dari tiga bentuk, yakni
lampu belajar, lampu meja, dan lampu dinding," katanya.
Cara pembuatan diawali dengan membuat barisan benang jahit yang diletakkan di
atas akrilik. Setelah jumlah barisan benang mencukupi kemudian diberi lem.
"Ditunggu sampai lem mengering, kemudian ditarik menjadi lembaran benang.
Lembaran benang ini dibentuk sesuai dengan pola atau bentuk yang
diinginkan," katanya.
Selanjutnya, pola yang ada dikaitkan dengan ornamen tambahan berupa penyangga
lampu yang terbuat dari kayu. Kayu yang digunakan adalah kayu sisa peti kemas
supaya biaya prosuksi minimal.
Kayu dibentuk dengan dipahat, lalu dilekatkan lampu benang yang sudah dibentuk
dan akhirnya diberi instalasi lampu sekitar 5-10 what, sekaligus listriknya.
Dengan biaya produksi Rp100 ribu per produk, ia optimistis produknya mampu
bersaing di tengah maraknya handy craff lainnya. Juvens pun memasarkan
produknya melalui social media.
Hampir sama dengan Juvens, Brian Wijaya dari jurusan yang sama dengannya, membuat
kreasi tas dari bahan kulit. Mahasiswa asal Kota Malang ini memilih UKM Dewi
Bralin dengan produknya olahan kulit sapi dan kerbau menjadi aksesoris bermotif
Indian.
"Produk UKM Dewi Bralin yang berada di kawasan Buduran Sidoarjo itu berupa
dompet, hand back, serta tas selempang," kata anak sulung dari pasangan
Endy Wiyono dan Rinny Ratnawatie itu.
Brian pun mulai mengamati produk UKM Dewi Bralin yang hanya
"segmented" kepada wanita, sehingga Brian menambahkan produk olahan
kulit sapi dan kerbau dengan back pack (tas punggung) yang dapat dipakai kaum
pria.
"MACOLE singkatan dari Masculine Cow Leather adalah nama produk buatan
saya. Selain desain Indian bisa dikonsumsi pria dan wanita, saat ini pria sudah
mulai banyak yang memperhatikan detail penampilan. Apa salahnya saya membuat
tas ini untuk kaum saya," ulasnya.
Cara pengerjaan bahan kulit didapat dari UKM Dewi Bralin kemudian dibuat pola
diatas kulit, digunting kemudian direkatkan dengan latex untuk menggabungkan
bagian satu dengan yang lain. Setelah itu dilubangi pada bagian samping sebagai
pemanis. Sedangkan untuk tali direkatkan menggunakan latex kemudian disambung
dengan bagian lain dengan bantuan kancing mata itik. Setelah itu disulam.
"Karena ini produk kolaborasi antara UKM Dewi Bralin dan MACOLE, m Maka
logo yang dipakai MACOLE sama seperti Dewi Bralin hanya saja bagian tengah ada
penambahan," katanya.
0 komentar:
Posting Komentar